c

Sunday 21 December 2008

MUSEUM DEWANTARA KIRTI GRIYA SEBAGAI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA BUDAYA

I. PENDAHULUAN

Pengembangan Pariwisata di DIY dilaksanakan dengan pembagian Propinsi DIY menjadi lima Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP). Untuk KPP Kota Yogyakarta arahan pengembangannya adalah Wisata Budaya dan Wisata Minat Khusus. Hal ini sesuai dengan potensi Kota Yogyakarta, yaitu:
a. 5 dari 13 Kawasan Cagar Budaya di DIY berada di Kota Yogyakarta
b. 7 dari 8 tempat pertunjukan kesenian berada di Kota Yogyakarta
c. 16 dari 22 museum di DIY berada di Kota Yogyakarta

Museum merupakan sebuah lembaga yang bersifat permanen, melayani kepentingan masyarakat dan kemajuannya, terbuka untuk umum, tidak bertujuan mencari keuntungan yang mengumpulkan, memelihara, meneliti, memamerkan, dan mengkomunikasikan benda-benda pembuktian material manusia dan lingkungannya, untuk tujuan-tujuan studi, pendidikan, dan rekreasi (FFJ Schouten, PengantarDidaktik Museum,Jakarta,Proyek Pembinaan Permuseuman, Ditjen Kebudayaaan, 1992: 3).
Kebijaksanaan permuseuman sejak tahun 1997 dipegang oleh Dinas Kebudayaan Propinsi DIY. Namun sebelumnya pada tahun 1971 telah berdiri Badan Musyawarah Musea (Barahmus) DIY dan pada 28 Oktober 1998 berdiri Badan Musyawarah Museum-Museum Indonesia (BMMI) yang telah menjadi anggota Internasional Council of Museum (ICOM).

Museum sebagai salah satu potensi budaya di DIY ternyata sering terabaikan oleh para pelaku wisata dan pendapatan sektor museum menempati urutan kelima dari tujuh sub sektor pariwisata.

PENDAPATAN SUB SEKTOR PARIWISATA DI DIY PADA TAHUN 1994-1996

NO. SEKTOR 1994 1995 1996
1 Pajak pembangunan I 17% 31,9% 58,4%
2 Obyek wisata 17,1% 17,2% 17,6%
3 Bioskop 41,7% 32,6% 14,1%
4 Pajak tontonan 17,5% 12,6% 4,1%
5 Museum 3,6% 3,1% 3,4%
6 Atraksi 2,8% 2,5% 2,3%
7 Ijin usaha, restribusi losmen, dan RHU 0,3% 0,3% 0,1%
Sumber: Bappeda Prop. DIY

Dengan mengetahui keadaan tersebut kami mengkaji keberadaan museum di DIY dengan memilih Museum Dewantara Kirti Griya karena:
a. Museum Dewantara Kirti Griya setelah mengalami rehabilitasi namun masih terlihat sepi.
b. Museum yang bernilai sejarah tinggi yang bisa dikatakan mempunyai potensi menjadi Museum Nasional namun keberadaanya terabaikan.


II KEADAAN MUSEUM SAAT INI
Museum Dewantara Kirty Griya terletak dalam kesatuan komplek Pendopo Agung Taman Siswa di jalan Tamansiswa, Kelurahan Wirogunan, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta. Pendopo tersebut oleh Majelis Luhur Tamansiswa dinyatakan sebagai Monumen Persatuan Tamansiswa, menyatu dengan Museum Dewantara Kirty Griya.
Bangunan museum adalah bekas kediaman Orang Belanda yang ditempati Ki Hadjar Dewantara sekeluarga dari tahun 1938 sampai dengan tahun 1958. Letak rumah memang menghadap ke barat namun praktis sejak dihuni Ki Hadjar Dewantara, jalan masuk dari arah selatan (samping) melalui halaman pendopo letak ruang tamu pun ada di sisi bagian selatan, sehingga benar-benar terlihat dan terasa satunya kediaman Ki Hadjar Dewantara dengan pendopo agung beserta komplek kegiatan edukatif kultural yang dulu disebut Perguruan Tamansiswa Mataram, kemudian beralih nama Ibu Pawiyatan Tamansiswa, yang berarti induk atau Pusat Perguruan Taman Siswa yang dipimpin langsung oleh Ki Hadjar Dewantara.
Pada dasarnya koleksi museum Dewantara Kirty Griya terdiri atas :
1. Bangunan/rumah dalam kompleks perguruan Tamansiswa Yogyakarta.
mempunyai luas bangunan 300 m², berdiri di atas tanah 2.720 m². Bangunan dan tanah dicatat dalam buku Register Angka 1383/IH tahun 1926. Bangunan didirikan pada tahun 1915 dengan material kualitas prima.

2. Kumpulan surat menyurat Ki Hadjar Dewantara.
Hingga hari ini surat yang menjadi koleksi museum berjumlah 879 pucuk surat. Berkat bantuan Arsip Nasional Republik Indonesia di Jakarta, kumpulan surat-surat telah dikonservasi dengan tehnik tinggi. Selain itu telah dibuat mikro film dan disimpan di Arsip Nasional Jakarta; sedangkan aslinya tetap menjadi koleksi museum Dewantara Kirty Griya.

3. Perlengkapan rumah tangga.
Sebagian besar hasil dari pembelian sebidang tanah dan bangunan yang berada dalam kompleks Tamansiswa jalan Tamansiswa 31 Yogyakarta, antara lain : tempat tidur, meja tulis, meja-kursi tamu, pesawat telepon buatan Kellog 1927 Swedia, lemari buku, radio dan lemari.

4. Dokumentasi foto.
Foto-foto diawali pada tahun 1904. Koleksi ini telah direproduksi serta sebagian besar direkam dalam slide. Selain itu museum memiliki satu unit film dengan judul Ki Hadjar Dewantara, Pahlawan Nasional. Film ini di buat oleh PFN tahun 1960 dengan ukuran 33 mm dan lama putar 80 menit. Berkat kemajuan teknologi film dipindah ke kaset video, dan di hidangkan pada para pengunjung dalam ruangan khusus, walaupun kondisinya tidak sempurna, namun masih dapat di dengar logat dan warna nada pembicaraan beliau.

5. Pustaka dalam berbagai tulisan dan bahasa.
Penempatan pustaka :
a. Di museum Dewantara Krity Griya meliputi ketamansiswaan, politik, kebudayaan dan pendidikan, yang berjumlah 2341 judul buku.
b. Di perpustakaan museum meliputi Sastra Daerah Jawa (3560 judul), Melayu (423 judul), Bahasa Belanda (3789 judul).
Museum Dewantara Krity Griya dilengkapi dengan perpustakaan museum. Jam buka museum pada hari kerja mulai pukul 08.00-13.00 WIB. Hari Jumat buka pukul 08.00-11.00 WIB dan hari sabtu pukul 08.00-12.00 WIB. Pada hari Minggu dan hari besar tutup. Tapi apabila ada permintaan berkunjung secara tertulis beberapa hari sebelumnya diluar jadwal tersebut dapat di layani.
Biaya untuk masuk museum bersifat sukarela, bantuan sukarela digunakan untuk biaya pemeliharaan. Museum Dewantara Kirty Griya dikelola oleh Yayasan Persatuan Perguruan Tamansiswa, bidang pendidikan dan kebudayaan Majelis Lulur Tamansiswa.

Adapun susunan pengurus Museum Dewantara Kirty Griya:
Pembina : 1. Ki Dr. Supriyoko, M.Pd (Ketua Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Majelis Luhur Taman Siswa)
2. Ki Nayono (Almarhum)
Ketua : Ki Nayono (Almarhum)
Panitera : Nyi Sri Muryani



III. KEKUATAN, KELEMAHAN, PELUANG dan TANTANGAN

A. KEKUATAN
a. Museum Dewantara Kirty Griya mempunyai nilai sejarah yang tinggi dan merupakan museum sejarah lahirnya pendidikan yang bersifat nasional di Indonesia.
b. Mempunyai cukup banyak potensi untuk dikembangkan dan diusulkan menjadi salah satu dari museum nasional.
c. Museum terletak pada lokasi yang strategis dan mudah dijangkau
d. Mempunyai peralatan multimedia (VCD, Slide Proyektor, Video) untuk menampilkan film tentang Ki Hadjar Dewantara
e. Keberadaan perpustakaan yang mendukung keberadaan museum
f. Koleksi museum yang begitu lengkap
g. Kebijaksanan pemerintah di bidang pariwisata dan pendidikan –Wajib kunjung museum bagi pelajar dan mahasiswa-.
h. Potensi atraksi pendukung berupa latihan tari dan pameran di Pendopo Agung Taman Siswa yang sudah teratur

B. KELEMAHAN
a. Luas area yang sangat sempit bagi pengembangan museum
b. Keterbatasan ruang untuk menampilpajangkan seluruh koleksi museum
c. Kerusakan koleksi museum yang tersimpan di gudang akibat keterbatasan ruang
d. Standart operating procedure pemanduan belum ada
e. Sarana museum sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya masih kurang; antara lain: tiket box, wahana interpretasi bagi wisatawan
f. Perlindungan benda koleksi terhadap manusia dan alam masih kurang
g. Keterbatasan dana pengembangan dan pengelolaan museum
h. Perawatan koleksi masih manual dan sederhana
i. Kualitas SDM yakni petugas museum masih kurang
j. Jumlah/kuantitas petugas masih kurang saat musim liburan

C. PELUANG
a. Pasar sasaran potensial yaitu siswa Perguruan Taman Siswa yang berkunjung setiap hari libur
b. Pendopo Agung Tamansiswa yang layak dijadikan gedung pertemuan umum sekaligus mengajak mereka mengunjungi museum.

D. ANCAMAN
a. Obyek wisata lain yang sejenis dan lebih berkembang serta menarik
b. Apresiasi pengunjung terhadap museum dan koleksinya yang masih kurang, misal memegang-megang benda koleksi, membolak-balik buku koleksi.

IV. PROGRAM PENGEMBANGAN
1. Mencari sumber dana dengan mengadakan tiket box bagi pengunjung ataupun bekerjasama dengan berbagai LSM dan memanfaatkan Pendopo Agung Tamansiswa sebagai Gedung Pertemuan umum.
2. Menjadi anggota/bekerjasama dengan museum lain dalam organisasi daerah, nasional maupun internasional.
3. Pengiriman petugas pada berbagai pembinaan permuseuman.
4. Penambahan tenaga saat libur sekolah dengan menerima siswa PKL.
5. Pembuatan Wahana Interpretasi bagi pengunjung
6. Penambahan ruang audio visual dengan dilengkapi semacam café (museum café) dan didukung keberadaan perpustakaan
7. Pembuatan perangkat perlindungan koleksi.
8. Aktif dalam berbagai pameran.
9. Pengadaan cindera mata khas sebagai pelestari kesan.
10. Mengadakan kegiatan yang aspek demonstratifnya tinggi dengan melibatkan pasar sasaran yang dituju-lomba lukis dengan tema-tema tertentu-.

Thursday 18 December 2008

Tamansari

Potensi dan aset yang dimiliki Kawasan Cagar Budaya Tamansari merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan antara kehidupan sosial masyarakat dengan situs peninggalan purbakala. Kondisi fisik awal Tamansari terus mengalami pergeseran fungsi ke arah yang berbeda sama sekali dengan fungsi awalnya. Kecenderungan perubahan ini diakibatkan oleh perubahan sosial masyarakat di kawasan Tamansari sehingga Tamansari sekarang sudah merupakan pemukiman padat perkotaan yang menyandang berbagai persoalan baik fisik lingkungan maupun sosial budayanya. Perkembangan laju kegiatan di Kawasan Cagar Budaya Tamansari telah memperlihatkan kecenderungan meningkat ke arah jasa dan industri kecil yang dilakukan baik oleh masyarakat maupun dunia usaha (sektor informal), dengan melihat sisi positif kegiatan tersebut, kawasan ini sangat menjanjikan untuk investasi dalam bidang pariwisata dan penelitian.

Dengan pendekatan pembangunan berwawasan pelestarian lingkungan bersejarah, kawasan Tamansari layak menjadi prioritas untuk segera ditangani. Masyarakat kawasan Tamansari sebagai komunitas yang sangat mendukung dengan adanya pelestarian kawasan perlu diberi peran serta dalam setiap kegiatan yang menyangkut eksistensi kawasan. Oleh karena diperlukan suatu pendekatan kemitraan antara Pemerintah, Swasta dan Masyarakat dalam perencanaan program, pelaksanaan pembangunan dan juga pengendalian kawasan.

Kawasan Cagar Budaya Tamansari sebagai situs peninggalan sejarah dan kepurbakalaan merupakan bagian tak terpisahkan dari Kawasan Kraton Yogyakarta, saat ini telah berkembang menjadi pemukiman yang sarat dengan permasalahan sosial, budaya, politik dan fisik.

Kawasan ini kini telah membuktikan dirinya sebagai obyek wisata / daya tarik wisata budaya yang potensial di Daerah Istimewa Yogyakarta, namum daya dukung lingkungan fisik dan masyarakat di kawasan Tamansari belum sepenuhnya menjaga kelestarian obyek tersebut sehingga timbul permasalahan baik yang bersifat fisik lingkungan menjadi menurun kwalitasnya.

Sebagai aset budaya dengan predikat regional dan nasional, kawasan Tamansari layak mendapatkan sentuhan pengelolaan dan penanganan secara terpadu antar instansi dan juga perlu dikembangkan kemitraan baik dengan masyarakat, dunia usaha dan lembaga-lembaga lain di dalam maupun luar negeri.


Tamansari sebagai kawasan yang secara ekonomis memiliki potensi yang cukup handal perlu penanganan (konservasi dan preservasi) yang cermat sehingga hasilnya dapat “dimanfaatkan” untuk kelangsungan pembangunan kawasan, namun di sisi lain permasalahan utama yang ditemui di kawasan ini adalah belum jelasnya arah pengembangan dan penataan lingkungan sosial, budaya dan fisik secara mantap. Oleh karena itu, perlu penataan dan pengembangan secara menyeluruh terhadap aspek fisik lingkungan, sosial budaya dan kelembagaan serta situs purbakala.

Definisi Museum

Untuk lebih menegaskan definisi museum, maka para ahli permuseuman tingkat internasional yang tergabung dalam International Council of Museum (ICOM) di Copenhagen pada tahun 1974 membuat rumusan tentang museum yaitu:

Museum merupakan sebuah lembaga yang bersifat permanen, melayani kepentingan masyarakat dan kemajuannya, terbuka untuk umum, tidak bertujuan mencari keuntungan yang mengumpulkan, memelihara, meneliti, memamerkan, dan mengkomunikasikan benda-benda pembuktian material manusia dan lingkungannya, untuk tujuan-tujuan studi, pendidikan, dan rekreasi (FFJ Schouten, PengantarDidaktik Museum,Jakarta,Proyek Pembinaan Permuseuman, Ditjen Kebudayaaan, 1992: 3).

Museum sebagai obyek wisata, untuk lebih dikenal luas oleh masyarakat maka perlu dilakukan promosi sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pemasaran. Promosi pada hakikatnya adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk menyampaikan atau mengkomunikasikan suatu produk kepada pasar sasaran, untuk memberikan informasi tentang keistimewaan, kegunaan, dan yang paling penting adalah tentang keberadaannya untuk mengubah sikap ataupun untuk mendorong orang untuk bertindak dalam hal ini membeli1.

Untuk meningkatkan kinerja para petugas di museum, maka perlu adanya efisiensi kerja. “Efisiensi merupakan konsep kerja yang mampu memberi makna positif bagi siapa saja yang ingin mencapai tujuan sesuai dengan yang direncanakan, sehingga tindak pemborosan dapat dihindari ( Djihad Hisyam, PDU-FPIPS IKIP Yogyakarta, 1987: 7)”. “Perkataan efisien itu sendiri berasal




1 Fandy Tjiptono, StrategiPemasaran,(Yogyakarta: Andi Offset, 1995), hlm. 200.

Dari Bahasa Latin effisierre yang artinya to effect yang berarti menghasilkan, mengadakan, menjadikan ( Djihad Hisyam, Tanpa Tahun: 7)”.

Selain di bidang kerja, efisiensi juga dapat diterapkan pada paket-paket wisata yang ditawarkan kepada wisatawan. Paket wisata adalah suatu tur yang direncanakan dan diselenggarakan oleh suatu Travel atau Tour Operator atas risiko sendiri dan tanggung jawab sendiri, yang acara, lamanya waktu, tempat-tempat yang dikunjungi, akomodasi, transportasi, serta makanan dan minuman yang telah ditentukan dalam suatu harga yang sudah ditentukan juga jumlahnya. Atmin D Lehmand yang dikutip oleh Oka A Yoeti memberi batasan paket wisata adalah:

any advertised tour or a single destination tour, in closing transportation, accomodation, and other tour elements or a offering (line a cruise) providing a holiday (Oka A Yoeti, Tour and Travel Management, Pradnya Paramita, Jakarta,1991:105).

Salah satu paket wisata yang sebaiknya ditawarkan oleh sebuah Travel Agent adalah kunjungan ke museum. “Dari penelitian yang pernah dilakukan ternyata Travel Agent menguasai 70% dari usaha perjalanan ( Oka A. Yoeti, 1991: 31)”.

.

rgt sambodo 98/125086/DSA/01163