yogyakarta, yogya, jogja, diy, sultan, hamengku buwono, prambanan, budaya, borobudur, mataram, desa budaya, seni, fky,
c
Wednesday, 25 May 2011
Perkumpulan ‘Kridha Beksa Wirama’, Ihwal Kemunculan Seni Tari Di Tengah Rakyat
Seni tari, adalah sebuah kesenian yang awal mulanya berasal, dari, dan hanya untuk kalangan keraton. Adalah sebuah larangan besar, jika seseorang dari luar istana mempelajari seni tari. Dikenalnya seni tari dalam masyarakat, tidak dapat dilepaskan dari keberadan perkumpulan ‘Kridha Beksa Wirama’.
Kridha Beksa Wirama, sebuah perkumpulan yang berdiri pada 17 Agustus 1918. Gagasan mendirikan perkumpulan ‘Kridha Beksa Wirama’, didasari atas desakan para pemuda yang tergabung dalam Jong Java. Mereka menginginkan diberi pelajaran tari dan gamelan. Karena sebelumnya, sejak berakhirnya Perang Dunia I, tahun 1918, tidak ada seorangpun dari kalangan istana yang berniat mengajarkan seni tari beksa.
Keinginan para pemuda yang tergabung dalam Jong Java, kemudian ditindaklanjuti, dikirimlah R. Wiwoho dan R.M. Notosutarso sebagai perwakilan mereka untuk menghadap dan memperoleh restu Sultan. Restupun diperoleh, tidak perlu waktu lama, sebuah perkumpulan seni taripun didirikan, dengan nama ‘Kridha Beksa Wirama’ atau KBW.
Keberadaan perkumpulan Kridha Beksa Wirama pun semakin mantab, yaitu dengan dibentuk sebuah susunan pengurus. Adapun susunan pengurus KBW tersebut antara lain:
Suryodiningrat sebagai Ketua
Tedjokusumo sebagai Pemimpin Pelajaran Tari
Wiroguno sebagai Pemimpin Pelajaran gamelan
Jayadipura sebagai Pemimpin Kapujanggan
Suryomurcita (K.R.T. Wiranegara) sebagai Sekretaris
Puspodiningrat sebagai Bendahara
Atmawijaya, Puspadirdja, Sastrasuprapta, Jayapragola, dan Atmawijaya sebagai Komisaris-komisaris.
Bekerjasama dengan Jong Java, KBW berusaha menyebarluaskan pendidikan seni tari bagi masyarakat umum. Kedua organisasi tersebut saling berbagi tugas, KBW menyediakan guru-guru tari, sedangkan Jong Java menyiapkan murid-murid yang bersal dari sekolah lanjutan. Pelajaran tari wayang orang, tari Bedaya-Serimpi, dan wayang orang yang telah digubah (menjadi wayang orang topeng), adalah kurikulum yang diajarkan.
Sejak tahun 1922, Kridha Beksa Wirama mulai membuka kesempatan bagi para penggemar seni tari, yang berminat memperdalam kemampuan tarinya. Di tahun yang sama, beberapa putra dan putri Paku Alam VII pun menjadi siswa KBW, seperti Suryosularso (kelak Paku Alam VIII), Suryosutikno, Sulastri, Kussaban, dan Kuspinah.
Pada tahun-tahun berikutnya, keberadaan Kridha Beksa Wirama semakin dikenal masyarakat luas, baik itu orang-orang pribumi maupun mancanegara. Banyak pihak yang berminat untuk sekadar belajar ataupun menekuni seni tari.
Tahun 1925, perkumpulan KBW menerima dua murid wanita, Zella Thomas dan Veramirowa, masing-masing berkebangsaan Amerika dan Rusia. Seperti sekolah-sekolah pada umumnya, KBW juga mengadakan ujian akhir, untuk mengukur seberapa kemampuan siswa dalam belajar tari. Dalam ujian ini, dua siswa asing tersebut mendapat nilai empat.
Tahun 1926 (a), Sri Mangkunegoro VII mengirim putri-putrinya, diantaranya R.A. Siti Nurul dan R.A. Partinah. Mereka diberikan pelajaran tari Sari Tunggal, Serimpi Merak Kesimpir, Serimpi Pande Lori, Serimpi Putri Cina, dan Bedaya Sinom. R.A. Partinah memperoleh nilai tujuh, dalam ujian akhir.
Tahun 1926 (b), KBW menerima murid asing seorang wanita Rusia lagi, Helen Litman. Wanita tersebut mempelajari tari Sari Tunggal. Ketika masa studinya telah berakhir, dia diberi kesempatan menunjukkan kemampuan menari dalam sebuah perjamuan, yaitu di pendapa Taman Siswa dan Tejokusuman.
Diposkan oleh Indonesia Djaja
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment