c

Monday, 21 June 2010

FKY Berupaya Bangkit

Yogyakarta, Kompas - Festival Kesenian Yogyakarta ke-22 yang akan digelar di dalam Benteng Vredeburg, 7 Juni-7 Juli 2010, diharapkan menjadi saat kembalinya FKY sebagai festival dari semua warga DIY. Kegagalan penyelenggaraan FKY beberapa tahun terakhir berupaya diperbaiki meski tidak mudah.

"Kami ingin mengembalikan masa kejayaan FKY meskipun kami sadar itu tidak mudah," ujar Ketua Panitia FKY Ke-22 Kasidi Hadiprayitno, saat berkunjung ke Kompas, Jumat (7/5). Kasidi hadir didampingi Ketua III Timbul Raharjo dan Ryan Budi Nuryanto.

Kasidi yang kerap ikut dalam kepanitiaan FKY masih ingat saat- saat FKY jaya dan menjadi rujukan para pembeli dan pemilik galeri dari luar kota dan luar negeri. Apresiasi warga saat itu juga luar biasa dengan membeludaknya pengunjung.

"Tahun 1998, misalnya, FKY membuka sekitar 300 stan pasar seni. Untuk mendaftar sebagai peserta, harus antre," ujar Timbul.

Terpuruknya FKY yang rutin digelar di Benteng Vredeburg setiap 7 Juni-7 Juli terasa sejak 2004. Karena itu, dua tahun terakhir adalah masa yang dimaknai sebagai transisi untuk mengembalikan kejayaan. Untuk pelaksanaan FKY berikutnya, dialog seni akan digelar di akhir penyelenggaraan.

Selain pasar seni, FKY setiap tahun mengusung tiga kegiatan lain, yaitu pawai seni, pameran seni, dan pertunjukan seni. Pawai seni untuk pembukaan FKY akan dilakukan di Alun-alun Utara. Pawai yang berakhir di Pura Pakualaman dibuka Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X.

Memang istimewa

FKY ke-22 bertema "Jogja Memang Istimewa" akan melibatkan Pemerintah Kabupaten Bantul, Sleman, Kulon Progo, Gunung Kidul, dan Kota Yogyakarta. Dengan anggaran tidak lebih dari Rp 500 juta dari Pemprov DIY, panitia akan menghadirkan sekitar 100 pertunjukan seni.

Salah satu pertunjukan itu adalah wayang orang "Petruk Dadi Ratu" yang dijadwalkan tampil di Gedung Societeit Taman Budaya Yogyakarta pada 19 Juni. "Yati Pesek dan Marwoto akan tampil tanpa dibayar," ujar Timbul.

Dengan jumlah stan 150 dan telah terisi 75 persennya, panitia FKY ke-22 berharap pengunjung mencapai 5.000 orang pada hari libur dan 3.000 orang pada hari lainnya. "Masa libur sekolah dan akan digelarnya Muktamar Muhammadiyah di Yogyakarta akan membuat FKY ramai dikunjungi," ujar Ryan.

Untuk upaya mengembalikan kejayaan FKY, panitia minta masukan sejumlah seniman. Setiap kritik akan diterima. "Menjadi panitia FKY itu harus siap dengan cemooh para seniman," ujar Kasidi. (INU)

Wali Kota Ikut Wayang Orang Berusaha Bangkit Setelah Hampir Punah Ditinggal Penonton

YOGYAKARTA, KOMPAS - Komunitas Pencinta Wayang Orang Trisno Budaya Yogyakarta pimpinan Yati Pesek akan meramaikan Festival Kesenian Yogyakarta dengan mementaskan lakon "Petruk Dadi Ratu". Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto akan ikut terlibat dalam pentas yang dimaksudkan untuk membangkitkan kembali kesenian wayang orang.

Ketua Tresno Budaya Yati Pesek menTerbitkan Entriuturkan, pentas wayang orang tersebut digelar untuk mengangkat budaya tradisional di DIY. Pentas yang memakan biaya sekitar Rp 50 juta ini digelar dengan menggaet pengusaha dan donatur yang peduli wayang orang. Pemasukan dari tiket yang dijual kepada penonton tidak akan mampu menutup biaya pementasan. Selain tidak mungkin menjual mahal tiket, penonton juga kerap hanya segelintir orang.

Selain Herry Zudianto, Guru Besar Arkeologi UGM Timbul Haryono dan pemilik Mirota Batik Hamzah Ismail akan terlibat. Pentas berlangsung 19 Juni di Gedung Societeit Taman Budaya Yogyakarta. Sutradaranya Bekti Budihastuti dan penulis naskah Seno BK.

"Pak Wali Kota tampil sekilas saja. Dia akan menjadi tokoh masyarakat yang berbicara soal ketertiban kota," kata Yati Pesek di sela-sela latihan, Kamis.

Hampir punah

Seno BK mengatakan, pementasan ini diharapkan membangkitkan kembali kesenian wayang orang yang hampir punah. "Kami ingin menghidupkan lagi wayang orang. Kalau ketoprak, kan, sudah mulai bangkit," ujarnya.

Menurut Seno, era wayang orang terus surut sejak kejayaannya tahun 1965. Saat ini, wayang orang makin ditinggalkan penonton. Pertunjukannya yang kerap monoton tanpa sentuhan modernitas kerap menjadi alasan. Padahal pentas wayang orang memiliki kaidah tertentu dan sarat nilai-nilai etika sehingga sulit diubah mengikuti selera masyarakat.

Meskipun begitu, pementasan wayang orang saat ini telah berupaya menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Jika dulu pementasan wayang orang memakan waktu hingga lima jam, kini durasi diperpendek menjadi dua jam. "Jadi lebih praktis dan sederhana, selingan tari- tarian dibatasi seperlunya saja," katanya.

Bagi Tresno Budaya, pementasan wayang orang ini pentas kedua sekaligus sekuel dari pentas pertama yang mengangkat lakon "Mustakaweni Maling". Mayoritas pemain wayang orang dalam kelompok ini adalah seniman wayang orang senior yang rata-rata berusia lebih dari 40 tahun. (ARA)

Pentas Wayang Orang “Petruk Jadi Ratu”, Tetap Pertunjukan Layak Tonton

Arthur Schopenhauer, filosof Jerman pernah mengatakan, seni menjadi penting karena berpotensi membebaskan hasrat kemanusiaan sekaligus menumbuhkan kembali nilai-nilai kearifan yang tenggelam.
Maka adegan ribut-ribut Satpol PP dengan tukang pijat payung yang bisa dilerai Walikota Yogyakarta Herry Zudianto dengan menasehati kedua belah pihak untuk saling menghormati dan menghargai, yang muncul dalam pementasan wayang orang “Petruk Jadi Ratu” di gedung societiet Taman Budaya Yogyakarta, Sabtu (19/6) adalah upaya menghadirkan ungkapan Arthur Schopenhauer itu.
“Wis…wis ojo dak sio karo sing lemah.Petugas kudu menghargai wong cilik. Dadi wong cilik kudu menghormati petugas,” begitu kata Herry Zudianto yang menyebut dirinya hanya pelengkap pertunjukan karena ia memang tak memainkan tokoh siapa-siapa.
Jalan cerita “Petruk Jadi Ratu” pada akhirnya bisa disepakati begitu dekat dengan ungkapan filosofis seorang Arthur Schopenhauer ini, hasrat kemanusiaan dalam bentuknya pencarian kekuasaan dengan jalan yang menyalahi aturan dan kodrat sesungguhnya tidak akan berakhir dengan kebahagiaan.
“Petruk Jadi Ratu” menceritakan Petruk yang membawa lari pusaka Jamus Kalimasada milik Puntodewo karena ingin nempil kamukten (ingin merasakan menjadi raja sebentar saja). Dengan menggunakan Jamus Kalimasada itu, Petruk kemudian mengalahkan Prabu Joyo Sentiko untuk menguasai kerajaan Trangkencono.
Petruk yang telah menjadi raja mengubah namanya menjadi Prabu Bel Geduwel Beh. Petruk menjadi arogan dengan meminta istri-istri dari Prabu Joyosentiko. Belum cukup, Petruk menantang raja-raja tiga negara yaitu Ngamarto, Manduro dan Dwarawati (yang notabene dipimpin para Pendowo, tuan dari Petruk sendiri)
Dalam perang tanding dengan para Pandowo, Petruk berhasil menang karena menggunakan Jamus Kalimasada. Kedigdayaan seorang Janaka, Puntadewa dan Werkudara hilang ketika dikenai Jamus Kalimasada. Namun petualangan Petruk harus berakhir ketika kalah perang dengan Gareng yang sudah diberi senjata rahasia oleh Kresna. Petruk menjadi punakawan kembali untuk mengabdi pada keluarga Pandawa.
Pesan-pesan moral tentang kekuasaan, penghargaan terhadap wong cilik, penegakan aturan tersampaikan secara gamblang dan kuat dalam pementasan “Petruk Jadi Ratu” yang dimainkan Paguyuban Wayang Orang Trisno Budoyo bekerjasama dengan Paguyuban Yati Pesek ini (lihat Sabtu, Wayang Orang “Petruk Jadi Ratu” di Societied TBY, 17 Juni 2010)
Hal itu diakui oleh mantan Menteri Dalam Negeri Mardiyanto yang turut menyaksikan pementasan “Petruk Jadi Ratu” yang berdurasi lebih dari dua jam ini. Pesan-pesan moral pesan-pesan pembangunan melalui pementasan ini bisa tersampaikan lebih humanis. Budaya menjadi media untuk menyentuh rakyat secara lebih humanis.
“Pesan-pesan bisa diberikan lewat budaya sehingga masyarakat juga tahu. Jadi dengan budaya itu sentuhan kepada masyarakat lebih humanis. Menyampaikan pesan dengan budaya itu lebih humanis daripada dengan aturan-aturan,” jelas mantan Gubernur Jawa Tengah ini seusai pementasan.
Menurut Mardiyanto, budaya Jawa adalah budaya luar biasa karena ditengah kondisi bangsa yang sedang banyak persoalan saat ini, budaya tampil menjadi media penyampai pesan yang ideal. Maka sudah seharusnya semua pihak memperhatikan budaya.
“Saya mengapresiasi pertunjukan ini. Budaya jawa luar biasa. Ditengah kondisi bangsa seperti ini. Budaya memang harus diperhatikan semua pihak,” kata Mardiyanto seraya memuji Walikota Yogyakarta Herry Zudianto yang terlibat dalam pertunjukan ini dengan menyampaikan pesan-pesan pembangunan.
“Saya sangat bangga dengan Pak Herry. Saya kita contoh nyata bagaimana beliau mengemban tugas pemerintah namun tetap ikut memperhatikan budaya,” ujar Mantan Pangdam IV Diponegoro yang sekarang tinggal di Sleman Yogyakarta ini.
Hal senada juga diungkapkan Walikota Yogyakarta Herry Zudianto yang dalam pementasan tadi malam, hadir di panggung sebagai tokoh masyarakat. Walikota mengatakan penghargaan sebesar-besarnya kepada seniman-seniman yang mempunyai perhatian luar biasa untuk melestarikan tradisi wayang orang.
“Tanpa harus meninggalkan pakem tradisinya, tapi tetep juga ada penyesuaian waktu, humor, sehingga wayang orang ini masih menjadi satu alternatif tontonan yang saya kira layak ditonton,” kata Herry Zudianto usai pementasan.
Political will Herry Zudianto tak berhenti di retorika. Keberpihakan orang nomor satu di Kota Yogyakarta ini segera dilanjutkan dengan dibuatnya peraturan daerah tentang pajak hiburan nol persen untuk pertunjukan seni budaya.
“Kemarin saya usulkan pajak hiburan diPperda 0 persen agar hidup.selama ini kita hanya prihatin, seni tradisi ditinggalkan. Sponsor juga susah lha kok masih dikasih pajek hahaha. Kalau bisa diberi subsidi,” demikian Herry Zudianto. (The Real Jogja/joe)

Sabtu, Wayang Orang “Petruk Jadi Ratu” di Societed TBY

“Ora ketung seumur jagong kratonmu meh tak silih,” kata Petruk kepada Raja Trangkencono, Joyo Sentiko.
“Kowe kepengin dadi ratu rumangsamu gampang dadi ratu,” jawab Joyo Sentiko.
Itu adalah penggal adegan dari pentas wayang orang “Petruk Jadi Raja” yang akan dipentaskan oleh Paguyuban Wayang Orang Trisno Budoyo bekerjasama dengan Paguyuban Yati Pesek di Societed Taman Budaya Yogyakarta, Sabtu (19/6). Pementasan wayang orang ini menjadi rangkaian dari kegiatan Festival Kesenian Yogyakarta 2010.
Yati Pesek, selaku ketua Paguyuban Yati Pesek menerangkan sebanyak 35 pemain akan memainkan lakon “Petruk Jadi Raja” selama 2 jam lebih durasi pementasan. Nama-nama populer seniman panggung Yogyakarta seperti Wis Ben akan bersama-sama bermain dengan pengusaha, pengajar seperti Hamzah Mirota, Danik, dan Prof. Harsono membuat pementasan dijamin bakal meriah.
Pentas wayang orang “Petruk Jadi Raja” ini disutradarai Bekti Budi Astuti. Sementara dalang pementasan adalah dr Wigung Wratsangka yang seorang dokter. Penata tari dipercayakan kepada Pardiman. Yati Pesek akan menjadi raja Trangkencono, Joyo Sentiko. Tokoh Petruk akan diperankan oleh Wis Ben.
Naskah “Petruk Jadi Raja” ini ditulis oleh Seno BK. Cerita “Petruk Menjadi Raja” mengisahkan keinginan Petruk menjadi raja karena menurut banyak orang menjadi raja itu enak. Modal Petruk menjadi raja adalah senjata Jamus Kalimasada yang ia ambil dan dibawa lari dari Prabu Puntodewo.
“Raja Joyo Sentiko dijeki (ditundukkan) oleh Petruk dengan menggunakan pusaka Jamus semua raja bersama pasukannya semua kalah,” kata Bekti Budi Astuti, Kamis (17/6) di tempat latihan, Rumah Dinas Walikota Yogyakarta.
Tapi setelah Peturk menjadi raja, keadaan kerajaan Trangkencono menjadi tentram, aman dan bahagia. Namun petualangan Petruk harus berakhir di tangan Prabu Kresna.
“Rak tenan tha,.. wong edan ora tata .. heh Petruk, … kowe akal-akalan dari ratu kuwi karepmu piye?” tanya Kresna.
Petruk menjawab,”Nyuwun pangapunten sinuwun, mumpung kulo mundi Kyai Jamus Kalimosodho… kulo ngginakaken ngiras pantes nuruti manah kulo, ..kepengin ngraosaken dados ratu,.. pun kelampahan..lego manah kulo.”
“Wong ra genah.. ayo saiki Kalimosodho diaturke Yayi Prabu Puntadewa…,” pinta Krisna.
Pementasan wayang orang “Petruk Jadi Raja” ini menurut Yati Pesek akan berlangsung serius namun tetap menghadirkan humor yang kental. Pementasan seperti ini dimaksudkan agar penonton tidak merasa terlalu berat menikmati wayang orang.
“Pementasan ini demi budaya kita, kalau tidak kita lalu siapa lagi. Ini budaya kita,” kata Yati Pesek yang sudah merencanakan untuk pementasan wayang orang selanjutnya pada Desember mendatang.
Pada pementasan Sabtu(19/6) mendatang, penonton yang ingin menyaksikan lakon “Petruk Jadi Ratu” akan dikenai tiket menonton sebesar Rp50 ribu rupiah. (The Real Jogja/joe)

Petruk Dadi Ratu, Sabtu Malam Siap Dipentaskan

YOGYA (KRjogja.com) - Dalam rangka memeriahkan Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) XXII, Paguyuban Tresno Budoyo, Padepokan Yati Pesek, seniman-seniman Yogyakarta beserta tokoh masyarakat yang ada di Yogyakarta akan menggelar pentas wayang orang atau wong (bahasa jawa-red) berjudul "Petruk Dadi Ratu". Pagelaran ini merupakan wujud kecintaan seniman akan wayang wong dengan konsep yang dikemas secara homoris dan tidak meniadakan unsur-unsur seni didalamnya.

Para pemain yang terlibat diantaranya Yati Pesek, Hamzah "Mirota Batik", Rob Harsono, Danik, Misben, AldO Iwak kebo, Pentil dan turut didukung Walikota Yogyakarta, Herry Zudianto yang akan menjadi tokoh masyarakat dan menyampaikan visi dan misi Yogyakarta. Selain seniman-seniman kenamaan Yogyakarta tesebut, wayang wong ini juga didukung 15 penari dari ISI Yogyakarta.

Pemain utama wayang ini, Yati Pesek mengatakan cerita yang dipentaskan ini nantinya berdurasi selama 2 jam, dengan naskah yang disutradarai oleh Seno DK dan penata tari Bekti Budi Hastuti. Yati mengatakan dia akan berperan sebagai Parbu Joyosentiko dengan menunjukkan kelihaian wanita dalam berperan sebagai lekaki.

"Wayang ini tetaplah berkonsep wayang wong humor di Socitet Taman Budaya Yogyakarta, yang nantinya akan menampung 300 penunton dengan harga tiket Rp 50ribu," kata Yati yang ditemui di Pendopo Rumah Dinas Walikota Yogyakarta, Kamis (17/6)

Mengenai dana, Yati mengatakan pertunjukan ini sepenuhnya berdasarkan dana sukarela dari para pemain yang terlibat dan ada sumbangan dari tokoh-tokoh masyarakat yang menelan dana operasional hampir Rp 30juta.

"Para pemain tanpa honor, malah memberikan sumbangan untuk pendanaan tersebut. Mereka yang mempunyai jiwa seniman ternyata sangat peduli sampai rela berkorban demi cintanya kepada dunia seniman, khususnya wayang wong," ungkap Yati

Yati mengatakan senang terhadap wayang wong sehingga begitu peduli dengan kelestarian seni tradisional ini, sehingga mau memberi banyak bantuan dana.

Bahasa yg digunakan campuran Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia dengan cerita yang dikemas dengan humor segar. Pementasan ini akan digelar Hari Sabtu (19/6) di Societet Taman Budaya Yogyarta pukul 19.00 Wib. Direncanakan pertunjukan ini nantinya akan dihadiri Mantan Menteri Dalam Negeri, Mardiyanto. (Fir)