PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR…… TAHUN ….. TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA | HASIL RAPAT Tanggal 9 Oktober 2008 |
Menimbang:
| PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR…… TAHUN ……. TENTANG CAGAR BUDAYA
Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Pengetahuan dan pemahaman mengenai asal dan perkembangan masyarakat dan kebudayaan merupakan hal yang amat penting dan mendasar bagi upaya kita mengidentifikasi akar masyarakat dan kebudayaannya. Oleh sebab itu, peninggalan budaya merupakan rekaman dasar dari pemikiran dan aktivitas manusia karena perlindungan dan pengelolaan yang tepat sangat penting untuk memungkinkan ahli arkeologi dan ahli ilmu-ilmu lain dapat mempelajari dan menafsirkannya untuk kemanfaatan generasi sekarang dan mendatang. Berkaitan dengan hal tersebut beberapa perubahan orientasi pada peraturan perundang-undangan cagar budaya dapat dikemukakan antara lain sebagai berikut.
Oleh karena pelestarian itu bukan hanya benda cagar budaya, tetapi juga termasuk lingkungannya, maka terjadilah perubahan paradigma pelestarian dari benda ke benda dan situs. Inilah yang mendorong perlunya dilakukan penggantian MO menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya. Selain keterbatasan pengaturan dalam MO, perubahan dilakukan atas dasar dorongan perkembangan ilmu pengetahuan (arkeologi) yang berkembang pada dasawarsa tahun 1970-an. Perkembangan itu tampak pada perubahan bidang garapan dari orientasi pada artefak (artifact oriented) ke orientasi pada situs (site oriented). Perkembangan itu juga terjadi pada nilai cagar budaya yang semula hanya untuk kepentingan ilmu pengetahuan semata telah berkembang ke arah yang lebih luas yaitu sebagai pembentuk jati diri bangsa, kebanggaan nasional, ketahanan budaya, persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam dunia ilmu pengetahuan telah terjadi juga perkembangan bidang kajian yang semula hanya memprioritaskan pada arkeologi darat ke arah yang lebih luas seperti arkeologi bawah air, arkeologi perkotaan, arkeologi lansekap budaya, dan lain-lain. Perubahan sistem pemerintahan dari yang sentralistik menjadi desentralistik (Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah) mengakibatkan terjadinya perubahan yang sangat radikal dalam sistem pemerintahan termasuk di dalamnya peraturan perundang-undangan yang mengatur cagar budaya. Perubahan tersebut menempatkan peran pemerintah yang semula merupakan operator tunggal selanjutnya menjadi fasilitator, dinamisator, dan koordinator. Hal ini memberi peluang kepada masyarakat untuk lebih berperan-serta dalam upaya pengelolaan cagar budaya. Tuntutan yang berkembang di masyarakat menghendaki agar cagar budaya sebagai sumber daya budaya harus dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi kesejahteraan masyarakat. Mengingat cagar budaya sebagai sumber daya budaya memiliki sifat rapuh, unik, langka, terbatas, dan tak terbaharui, upaya pemanfaatannya pun harus berwawasan pelestarian. Ini berarti bahwa upaya pelestarian dalam arti perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatannya harus seimbang antara kepentingan akademik, ideologik, dan ekonomik. Oleh karena itu, pengelolaan cagar budaya tidak hanya diarahkan pada kepentingan masa lalu melainkan harus diarahkan pada kepentingan masa kini dan masa mendatang. Pengelolaan cagar budaya dapat dilakukan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu upaya pelestarian juga harus mempertimbangkan dan memperhatikan etika profesi agar upaya pelestarian dilakukan secara taat asas serta dilakukan oleh pihak yang memiliki kompetensi di bidang pelestarian. Cagar budaya saat ditemukan ada yang sudah tidak lagi berfungsi dan ada yang masih berfungsi dalam masyarakat pendukungnya (living society). Oleh sebab itu, diperlukan pengaturan yang jelas dan tegas mengenai pemanfaatan cagar budaya yang sifatnya dead monument dan yang sifatnya living monument. Dalam rangka perlindungan terhadap kelestarian cagar budaya dari ancaman pembangunan fisik, baik di wilayah perkotaan, pedesaan maupun tinggalan budaya bawah air seperti kapal tenggelam berikut muatannya, diperlukan kebijakan yang jelas dan tegas dari pemerintah agar dapat menjamin kelestariannya. Untuk memberikan kewenangan kepada pemerintah dan mengatur hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan cagar budaya, dibutuhkan sistem manajerial baik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang terkait dengan perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya sebagai aset sumber daya budaya baik untuk kepentingan akademik, ideologik, dan ekonomik. Tuntutan perubahan yang berkembang dalam masyarakat mengenai pentingnya pengaturan pengelolaan pelestarian cagar budaya itulah yang mendorong diperlukannya penggantian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya dengan Undang-Undang Cagar Budaya. Undang-undang ini mempergunakan nama Undang-Undang tentang Cagar Budaya karena nama tersebut mengandung makna yang luas. Jadi tidak hanya sekadar mengatur mengenai benda cagar budaya, melainkan juga berbagai aspek yang berkaitan dengan perlindungan peninggalan budaya masa lalu, seperti situs atau kawasan budaya. Di samping itu nama Cagar budaya juga mengandung pengertian tempat perlindungan budaya masa lalu. Undang-Undang ini dimaksudkan untuk dijadikan landasan yang dapat dipakai sebagai justifikasi akademik terhadap perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Berbagai perkembangan dan perubahan yang terjadi setelah hampir 15 tahun berlakunya Undang-Undang tersebut mengharuskan untuk mengubah pengaturan pengelolaan pelestarian cagar budaya, penyesuaian dengan pandangan baru di bidang ilmu arkeologi, perubahan sistem pemerintahan, penerapan sistem demokrasi dan globalisasi. Tujuan Undang-Undang ini adalah untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan benda cagar budaya, situs dan kawasan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional bagi kemakmuran rakyat, serta memberikan gambaran pengetahuan tentang aset peninggalan budaya nasional dalam bentuk registrasi cagar budaya nasional serta alur pikir pelestarian guna memajukan kebudayaan bangsa sebagai diamanatkan oleh pasal 32 dan Pasal 33 UUD 1945, dalam rangka pembangunan jati diri bangsa, ketahanan budaya, dan kebanggaan nasional di tengah peradaban dunia, serta dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia.
Yang dimaksud dengan nilai sangat penting bagi sejarah adalah suatu peristiwa yang berhubungan dengan tokoh, peristiwa penting tertentu yang berkaitan dengan sejarah perjalanan bangsa. Yang dimaksud dengan nilai sangat penting bagi ilmu pengetahuan adalah yang berhubungan dengan perkembangan atau kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Yang dimaksud dengan nilai sangat penting bagi kebudayaan adalah yang berhubungan dengan perkembangan atau tingkat peradaban suatu bangsa (seperti kearifan lokal).
|
Mengingat :
18. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725). |
|
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG CAGAR BUDAYA |
|
BAB I KETENTUAN UMUM | PENJELASAN PASAL DEMI PASAL |
Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan : 1. Cagar Budaya adalah pelestarian terhadap kawasan, situs, benda buatan manusia dan/atau alam yang bergerak atau tidak bergerak, yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan/atau berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, baik yang berada di darat maupun yang di air.
| Pasal 1 Cukup jelas.
|
|
|
BAB II ASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP Pasal 2 Asas Asas-asas yang dianut dalam undang-undang ini adalah :
|
Pasal 2
|
Pasal 3 Undang-undang ini bertujuan untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan benda cagar budaya, situs dan kawasan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional bagi kemakmuran rakyat. | Pasal 3 Cukup Jelas |
Pasal 4 Lingkup Undang-undang ini meliputi pengaturan tentang penguasaan, kepemilikan, pengelolaan, perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, larangan, penemuan dan pencarian, pengawasan dan penyidikan, ketentuan pidana, dan peran serta masyarakat terhadap benda cagar budaya, situs dan kawasan baik yang berada di darat maupun di air. | Pasal 4 Yang dimaksud dengan di air adalah laut, sungai, danau, waduk, sumur, dan rawa. |
BAB III PENGUASAAN DAN KEPEMILIKAN
Pasal 5
|
Pasal 5
Ayat (1) Yang dimaksud dengan dikuasai oleh negara adalah kewenangan negara untuk melakukan pengaturan dan peruntukkan cagar budaya demi kemakmuran rakyat. Penguasaan oleh negara tidak berarti hanya negara yang mempunyai hak milik atas cagar budaya seperti benda cagar budaya, situs, dan kawasan.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Arti pentingnya ratifikasi terhadap perjanjian internasional yang berkaitan dengan cagar budaya adalah karena negara tidak mempunyai kewajiban terhadap perjanjian internasional tentang cagar budaya yang belum diratifikasi karena tidak terikat oleh perjanjian itu serta tidak mempunyai sanksi yuridis maupun moral.
|
Pasal 6 (pindah ke bagian kepemilikan)
| Pasal 6 Ayat (1) Yang dimaksud dengan nilai sangat penting bagi sejarah adalah suatu peristiwa yang berhubungan dengan tokoh, peristiwa penting tertentu yang berkaitan dengan sejarah perjalanan bangsa. Yang dimaksud dengan nilai sangat penting bagi ilmu pengetahuan adalah yang berhubungan dengan perkembangan atau kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Yang dimaksud dengan nilai sangat penting bagi kebudayaan adalah yang berhubungan dengan perkembangan atau tingkat peradaban suatu bangsa (seperti kearifan lokal). Yang dimaksud corak khas adalah sesuatu yang membedakan antara satu dengan yang lain. Yang dimaksud dengan suatu gaya tertentu adalah ciri yang mewakili masa gaya tertentu mengenai tulisan, karangan, pemakaian bahasa, bangunan rumah dan sebagainya misalnya gedung Bank Indonesia yang mewakili gaya arsitektur tropis modern Indonesia pertama. Yang dimaksud dengan unik adalah sesuatu yang mempunyai nilai kekhususan lain daripada yang lain dalam bentuk atau jenisnya.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan pemilik adalah setiap orang yang mempunyai hak terhadap cagar budaya baik itu berupa benda, situs maupun kawasan. Adapun untuk situs dan kawasan dapat dengan hak milik, hak guna bangunan maupun hak pakai dengan menunjukkan tanda bukti kepemilikan.
Ayat (3) Cukup jelas. |
Pasal 6
Pasal 7
| Pasal 6 Ayat (1) Yang dimaksud corak khas adalah sesuatu yang membedakan antara satu dengan yang lain. Yang dimaksud dengan suatu gaya tertentu adalah ciri yang mewakili masa gaya tertentu mengenai tulisan, karangan, pemakaian bahasa, bangunan rumah dan sebagainya misalnya gedung Bank Indonesia yang mewakili gaya arsitektur tropis modern Indonesia pertama. Yang dimaksud dengan unik adalah sesuatu yang mempunyai nilai kekhususan lain daripada yang lain dalam bentuk atau jenisnya.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan pemilik adalah setiap orang yang mempunyai hak terhadap cagar budaya baik itu berupa benda, situs maupun kawasan. Adapun untuk situs dan kawasan dapat dengan hak milik, hak guna bangunan maupun hak pakai dengan menunjukkan tanda bukti kepemilikan.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 7 Ayat (1) Yang dimaksud dengan menguasai oleh perseorangan adalah penguasaan dengan hak-hak pengelolaan dan pemanfaatan atas benda cagar budaya, situs, dan kawasan.
Yang dimaksud dengan fungsi sosial adalah manfaat bagi masyarakat secara umum, namun tetap berpedoman pada perlindungan dan pelestarian.
Ayat (2)
Adapun bentuknya dapat dikarenakan hibah, wasiat, penunjukan ataupun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas |
Pasal 8
| Pasal 8 Ayat (1) Yang dimaksud dengan cagar budaya yang rusak adalah kondisi cagar budaya yang masih dapat diperbaiki melalui perawatan dan/atau pemugaran.
Jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari merupakan waktu yang cukup untuk melaporkan kepada instansi terkait apabila cagar budaya yang dimiliki dan/atau dikuasai rusak atau hilang atau musnah.
Yang dimaksud dengan cagar budaya yang hilang adalah benda cagar budaya yang hilang karena dicuri.
Yang dimaksud dengan cagar budaya yang musnah adalah tidak dapat diselamatkan lagi melalui upaya rekonstruksi akibat bencana alam atau sebab lainnya.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Masa penghapusan dari daftar register nasional untuk benda cagar budaya yang hlang adalah 6 (enam) tahun. Hal ini berdasarkan pada sistem pengaturan kadaluarsa tindak kejahatan pencurian sebagaimana diatur dalam pasal 78 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Apabila diketemukan setelah jangka waktu tersebut, maka cagar budaya tersebut harus didaftar kembali.
Ayat (4) Cukup jelas |
Pasal 9
| Pasal 9
Cukup jelas.
|
BAB IV PENGELOLAAN Pasal 10
|
Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. |
Pasal 11
| Pasal 11
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Kajian aspek arkeologik adalah kajian yang menjelaskan tentang nilai kepurbakalaan bagunan yang ditinjau dari keaslian bentuk, bahan, pengerjaan, dan tata letak secara kontekstual.
Kajian aspek historik adalah kajian yang menjelaskan tentang latar belakang sejarah bangunan dan arti penting atau peranannya dalam suatu peristiwa sejarah. Kajian aspek teknik adalah kajian yang menjelaskan tentang kondisi bangunan dengan segala permasalahan kerusakan yang dapat menimbulkan kerugian atau kemusnahan bagi nilai manfaat dan keutuhan bangunan. Kajian aspek ekonomik adalah kajian yang menjelaskan tentang aspek untung dan rugi bagi cagar budaya dan masyarakat di sekitarnya.
Kajian aspek lingkungan adalah kajian yang menjelaskan tentang kondisi lahan di sekitar cagar budaya, meliputi aspek geotopografis, flora, fauna, klimatologis, dan tata guna lahan, serta status kepemilikan dan rencana umum pembangunan tata ruang daerah.
Kajian aspek sosial budaya adalah kajian yang menjelaskan tentang kondisi masyarakat, seperti adat istiadat, tradisi, agama, kepercayaan, mata pencaharian, dll.
Ayat (5) Cukup jelas
Ayat (6) Cukup jelas |
Pasal 12
| Pasal 12 Ayat (1)
Ayat (2) Cukup jelas
|
Pasal 13 Peran serta setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dapat dilakukan dengan :
|
Pasal 13
|
BAB V PERLINDUNGAN Pasal 14
|
Pasal 14
Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan memfasilitasi adalah upaya Pemerintah dalam melakukan pembinaan berupa pembuatan pedoman, asistensi, insentif, dan advokasi. |
Bagian Pertama Pendaftaran dan Tingkatan Cagar Budaya Pasal 15
|
Pasal 15 Ayat (1) Kewajiban untuk melakukan pendaftaran bagi setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai cagar budaya adalah untuk keperluan inventarisasi dan registrasi nasional terhadap peninggalan budaya yang tidak ternilai harganya. Oleh sebab itu, dari hasil pendaftaran tersebut setiap cagar budaya baik itu yang berwujud benda cagar budaya, situs atau kawasan maupun fosil akan memperoleh sertifikat. Ayat (2) Kewenangan pemerintah daerah melakukan pendaftaran cagar budaya merupakan wujud pelaksanaan asas medebewend (asas tugas pembantuan) yang pada prinsipnya merupakan desentralisasi tidak penuh. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Arti penting sertifikat pendaftaran adalah sebagai bukti kepemilikan yang syah. Ayat (5) Cukup jelas |
Pasal 16
|
Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Yang dimaksud dengan warisan budaya dunia adalah benda cagar budaya, situs, dan kawasan yang memiliki nilai-nilai universal yang diakui oleh internasional melalui UNESCO yang masuk dalam word heritage list (daftar warisan budaya dunia).
Ayat (5) Cukup jelas |
Bagian Kedua Penyelamatan dan Pengamanan Pasal 17
(2) Penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam :
|
Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
|
Pasal 18
(2) Ketentuan tentang penyelamatan benda cagar budaya, situs, dan kawasan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. | Pasal 18 Ayat (1) Penyelamatan cagar budaya berupa pemindahan merupakan upaya terakhir dan hanya dilakukan dalam kondisi darurat, demi kepentingan umum apabila penyelamatan dalam bentuk lainnya tidak dimungkinkan.
Ayat (2) Cukup jelas |
Pasal 19
| Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan tempat yang telah ditentukan adalah museum atau unit pelaksana teknis di bidang kebudayaan atau instansi pemerintah yang terkait. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas |
Bagian Ketiga Pemeliharaan Pasal 20
(3) Ketentuan mengenai tata cara perawatan benda cagar budaya, situs, dan kawasan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. |
Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas |
Bagian Keempat Pemugaran Pasal 21
|
Pasal 21 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pemugaran ádalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengembalikan keaslian bentuk benda cagar budaya dan memperkuat struktur bila diperlukan yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi arkeologis, historis, dan teknis dalam pelestarian benda cagar budaya. Yang dimaksud dengan restorasi (restoration) adalah upaya yang dilakukan untuk mengembalikan bentuk asli bangunan dan lingkungan cagar budaya dari kerusakan dengan cara memasang kembali bagian-bagian bangunan yang lepas setelah diperbaiki dengan bahan dan metode yang sama, serupa, sesuai aslinya. Yang dimaksud dengan restorasi (restoration) adalah upaya mengembalikan keberadaan struktur peninggalan pada kondisi awal yang diketahui, dengan cara membongkar tambahan yang dipasang belakangan atau memasang kembali komponen yang ada tanpa penggunaan bahan baru. Yang dimaksud dengan rekonstruksi adalah upaya mengembalikan peninggalan sebatas kondisi yang diketahui dan memperhatikan aspek autentisitas (keaslian bahan, teknik pengerjaan, dan keletakan/setting), dalam hal ini penggunaan material baru dibedakan dengan material lama. Yang dimaksud dengan stabilisasi adalah upaya perbaikan bangunan yang kegiatannya menitikberatkan pada upaya memperkuat sruktur atau konstruksi bangunan. Yang dimaksud dengan rehabilitasi (rehabilitation) adalah upaya perbaikan dan pemulihan bangunan yang kegiatannya menitikberatkan pada penanganan yang sifatnya parsial. Yang dimaksud dengan adaptasi (adaptation) adalah upaya yang dilakukan untuk mengubah bangunan dan lingkungan cagar budaya untuk dapat digunakan, dimanfaatkan sesuai dengan fungsi aslinya atau fungsi baru yang diusulkan tanpa mengganggu nilai-nilai dan karakter aslinya.
Yang dimaksud dengan revitalisasi adalah upaya memberdayakan kembali situasi dan kondisi lingkungan dan bangunan cagar budaya untuk berbagai fungsi yang mendukung pelestariannya. Ayat (2) Cukup jelas. |
BAB VI PENGEMBANGAN Pasal 22
(5) Pelaksanaan pengembangan cagar budaya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. |
Pasal 22 Cukup jelas.
|
Pasal 23
| Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas. |
BAB VII PEMANFAATAN Pasal 24
| Pasal 24 Ayat (1) Yang dimaksud dengan untuk kepentingan sosial dapat berupa, antara lain, pameran, diplomasi kebudayaan, dan pertukaran informasi. Ayat (2) Cukup jelas. |
BAB X PENGAWASAN DAN PENYIDIKAN Bagian Pertama Pengawasan Pasal 32
|
Pasal 32 Cukup jelas |
Bagian Kedua Penyidikan Pasal 33
|
Pasal 33 Cukup jelas
|
BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 34 (1) Setiap orang yang merusak dan/atau memisahkan benda cagar budaya baik sebagian maupun seluruhnya dari kesatuan, atau kelompok, atau dari letak asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan Pidana Penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan (2) merupakan tindak pidana kejahatan. |
Pasal 34 Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
|
Pasal 35
| Pasal 35 Cukup jelas |
Pasal 36
| Pasal 36 Cukup jelas |
Pasal 37
| Pasal 37 Cukup jelas |
Pasal 38 (1) Setiap orang yang tidak melaporkan benda cagar budaya dan/atau situs dan atau kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), diancam dengan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran. | Pasal 38 Cukup jelas |
Pasal 39
| Pasal 39 Cukup jelas |
Pasal 40
| Pasal 40 Ayat (1) Yang dimaksud dengan koorporasi adalah sekelompok orang yang secara bersama-sama melakukan tindak pidana.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
|
BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 41 Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undang yang ada sebagai pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini atau belum diganti dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang baru sebagai pelaksanaan dari undang-undang ini. |
Pasal 41 Cukup jelas
|
Pasal 42 Selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak diundangkannya undang-undang ini setiap kegiatan berkenaan dengan pengelolaan benda cagar budaya, situs, atau kawasan yang telah memiliki izin, wajib menyesuaikan menurut persyaratan berdasarkan undang-undang ini. | Pasal 42 Cukup jelas
|
BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 43 Peraturan pelaksanaan undang-undang ini harus telah ditetapkan paling lambat 2 (dua) tahun sejak undang-undang ini diundangkan. |
Pasal 43 Cukup jelas |
Pasal 44 Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. | Pasal 44 Cukup jelas
|
Pasal 45 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, pemerintah memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. | Pasal 45 Cukup jelas
|
Disahkah di : Jakarta pada tanggal : ........................
Presiden Republik Indonesia
Ttd.
Susilo Bambang Yudhoyono
|
|
6