Yogyakarta sebagai salah satu pusat batik klasik dengan ciri pola warna yang menonjol dimana warna biru nila dipadu dengan soga coklat yang hangat berlatarkan warna putih bersih. Berbagai teknik celup menghias kain adat telah dikenal sejak dahulu kala memungkinkan seni batik berkembang dari teknik tritik yang diterapkan pada kain kembangan seperti ikat kepala, kemben, sabuk dan dodot dengan hiasan pola tengahan serta seret yang berombak.
Perkembangan teknik yang menghasilkan kain batik bermutu tinggi ditunjang dengan munculnya canting tulis, sauatu alat membatik yang terdiri atas wadah kuningan bercorong dan dipasang pada sebuah gagang buluh bambu kecil.
Hasil karya seni batik mencapai titik puncak keindahan didalam lingkungan kraton. Golongan tersebut mempunyai cita rasa keindahan yang tinggi untuk menggambarkan pola-pola yang rumit dan indah serta penuh mistik.
Pada awalnya, penggunaan pola kain batik mempunyai aturan atau etika. Terdapat pola jenis tertentu yang merupakan jenis pola “larangan” dan pemakaiannya hanya diperbolehkan untuk kerabat raja, tidak boleh digunakan oleh masyarakat kebanyakan. Aturan pemakaian pola ini disesuaikan menurut tingkat kedudukan seseorang maupun menurut peristiwa pada saat apa pola kain batik tersebut boleh dipakai.
Mulai akhir abad ke-18 Sultan Yogyakarta menentukan pola batik sebagai pola “larangan”.
Pola tersebut diantaranya: Parang Rusak Barong Turun, Parang Rusak Barong Seling Nitik, Parang Rusak Seling Manggaran, Semen Ageng Sawat Gurdha, Kawung, Rujak Senthe, Udan Liris.
Misanya: dalam pemakaiannya, ragam hias lar (sayap burung garuda) hanya boleh dipakai oleh putera raja yang bergelar pangeran.
Akan tetapi seiring dengan pekembangan jaman, banyak para pengusaha batik di Yogyakarta yang telah memproduksi pola-pola tersebut dengan teknik cetakan cap dan diperjual belikan secara bebas. Akibatnya makin banyak pola batik yang dahulu merupakan pola “larangan” kini dipakai oleh orang kebanyakan.
[Sekaring Jagad Ngayogyakarta Hadiningrat. Wastraprema. Tahun 1990.]
Batik yang telah dianggap sebagai Mega Karya ini diciptakan oleh para seniman N.N. (no name) / tanpa nama yang larut dalam kemegahannya arti karyanya di masyarakat; adalah puncak keindahan yang menakjubkan, menampilkan garis kuat dalam kesederhanaan yang sempurna dengan latar yang putih bersih.
Dengan ketrampilan yang halus dan teliti, mereka dapat menggariskan lilin panas dengan teratur,dengan garis lurus, lengkung, bahkan bergelombang atau patah, dan mampu menyelesaikan pewarnaan alami tanpa cacat.
[Batik, Ragam Hias Parang dan Lereng. Paguyuban Pecinta Batik Indonesia Sekar Jagad. Tahun 2002.]
No comments:
Post a Comment