Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota yang unik dalam hal bentuk pola tata ruangnya. Keunikan ini disebabkan karena dalam tata ruang kota terdapat suatu poros sumbu imajiner.
Poros ini membentang dari arah Utara – Selatan (Gunung Merapi – Tugu Pal Putih – Kraton Yogyakarta – Panggung Krapyak – Laut Selatan) membentuk suatu jalur linear dan menghubungkan beberapa simbol-simbol fisik yang mempunyai makna nilai filosofis.
Konsep filosofis kota ini (sumbu imajiner) telah dipikirkan, direncanakan dan ditanamkan jauh sebelum terbentuknya Ngayogyakarta Hadiningrat oleh seorang Raja I (pertama) Kraton Kasultanan Yogyakarta yaitu Sri Sultan Hamengku Buwono I. Sungguh merupakan suatu karya agung dalam bidang arsitektural di tahun 1756.
Sangkan paraning dumadi / hablun minallah / Unity man and God
Panggung Krapyak – Kraton Yogyakarta - Tugu
Manunggaling kawula lan Gusti / hablun minannas / Unity of king and people
Pantai Parangtritis – Kraton Yogyakarta – Gunung Merapi
Gambaran singkat mengenai konsep filosofis tersebut adalah:
Bahwa dari ujung Utara – Selatan, dari Gunung Merapi sampai ke Laut Selatan adalah pengejawantahan proses perjalanan hidup manusia mulai dari kelahiran sampai kematian.
Bagian penggal Tugu – Kraton Yogyakarta – Panggung Krapyak; dimaknai sebagai lambang pusat pengendalian. Di tempat inilah diselenggarakan berbagai macam ritual yang memberikan petunjuk hidup dan kehidupan sebelum menuju alam fana, dilambangkan dengan alun-alun Kidul yang sepi, jauh dari hiruk pikuk duniawi (Sangkan paraning dumadi / hablun minallah / Unity man and God).
Bagian penggal Tugu – Pasar Beringharjo – Alun-alun Utara; dimaknai sebagai lambang kegiatan duniawi, atau ketika manusia menjalin hubungan sosial dengan sesama manusia dan alam dalam melakukan kegiatan sosial untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup.
Bagian penggal Tugu – Malioboro – Kraton Yogyakarta; dimaknai sebagai penghubung fase kehidupan manusia yang telah mencapai posisi puncak duniawi. Fase ini disimbolkan sebagai jalan lurus menuju ke Utara yang berujung pada Tugu Pal Putih (golong gilig) sebagai perwujudan rakyat dan raja (manunggaling kawula lan Gusti / hablun minannas / Unity of king and people).
Siapapun yang berada di puncak kekuasaan hendaknya masih memandang prinsip bahwa semua yang ada di dunia adalah aliran rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa.
[Kraton Jogja. The History and Cultural Heritage. Tahun 2002]
[Malioboro. Sunyoto Usman dan BAPPEDA Kota Yogyakarta. Tahun 2006]
[Mengenal Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Fredy Haryanto. Tahun 2003]
Kraton Yogyakarta
Tugu Pal Putih (Golong Gilig)
Kota Gede
Benteng Vredeburg
Pasar Beringharjo,
Pasar Ngasem, Taman Sari, PulauCemeti, dll…
No comments:
Post a Comment