Menurut sejarahnya, perayaan Sekaten bermula sejak jaman kerajaan Majapahit jaman pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Namun ketika kerajaan Majapahit runtuh, perayaan ini tetap ada pada jaman kerajaan Islam Demak.
Upacara ini oleh Raden Patah (Raja Demak Pertama) dengan disertai dukungan para wali, diselenggarakan dengan lebih bersifat Islami serta menjadi sarana pengembangan (syiar) Islam. Dalam upacara ini dibunyikan gamelan bernama Kyai Sekati. Berawal dari kata sekati inilah kemudian berubah menjadi kata sekaten.
Saat gamelan dibunyikan, akan memiliki daya panggil yang besar kepada masyarakat sekitar untuk datang dan menyaksikannya. Kepada mereka kemudian diberikan penyuluhan dan penerangan tentang agama Islam.
Perayaan Sekaten diselenggarakan di Kraton Yogyakarta pada setiap tanggal 5 hingga 11 Mulud (Jawa) dalam rangka perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Pada perayaan ini 2 (dua) perangkat gamelan yang bernama Kyai Guntur Madu (dari Demak) dan Kyai Nagawilaga (ciptaan Sri Sultan HB I) dikeluarkan dari Bangsal Ponconiti menuju halaman Masjid Agung.
Kyai Guntur Madu ditempatkan di Pagongan Selatan, Kyai Nagawilaga ditempatkan di Pagongan Utara. (pagongan adalah bangunan berbentuk panggung untuk menempatkan sekaligus membunyikan gamelan; terletak di halaman depan Masjid Agung)
Dengan gending-gending tertentu ciptaan para wali, dibunyikanlah gamelan tersebut secara bergantian selama 7 (tujuh) hari pada jam 08.00-12.00 wib, 14.00-17-00 wib, 20.00-24.00 wib, kecuali hari Kamis Malam sampai Jumat siang sehabis Sholat Jumat.
Inti dari perayaan ini berupa peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, tanggal 11 Mulud Malam di Serambi Masjid Agung. Perayaan ini bersifat resmi dengan pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW oleh Abdidalem Penghulu Kraton di hadapan Sultan. Setelah upacara selesai kemudian 2 (dua) perangkat gamelan sekaten tersebut diusung kembali menuju Kraton.
[Mengenal Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Fredy Haryanto. Tahun 2003]
No comments:
Post a Comment